Yes Muslim - Plt Gubernur DKI Djarot Saiful Hidayat melarang kegiatan sahur on the road (SOTR) selama bulan ramadan. Ia menegaskan kegiatan sahur harus dilaksanakan di masjid atau musala, tidak boleh ada SOTR di jalan-jalan karena tidak ada manfaatnya.
MUI Minta Djarot Jangan Seperti Ahok, “Kalau Benar Larang Sahur On The Road Berarti ...”
Tradisi Sahur On The Road (SOR) sudah berlangsung puluhan tahun di tiap bulan Ramadhan, seharusnya tidak dilarang.
“Instruksinya kita larang SOTR, kalau mau sahur, sahur aja di masjid, musala tempat masing-masing, tidak boleh di jalan,” kata Djarot di Balai Kota, di Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (26/5/2017).
“Karena apa? SOTR lebih banyak mudaratnya, tidak boleh,” tegasnya.
Terkait hal ini, Djarot akan berkoordinasi lebih lanjut dengan Kapolda. Bahkan apabila masih ditemukan warga yang melakukan SOTR, Djarot meminta polisi menangkapnya.
“Saya akan koordinasi sama Kapolda, kalau ada yang seperti itu tangkap saja. Sahur, sahur aja di tempatnya di musala, di masjid,” ujarnya.
Menurutnya, dampak dari SOTR hanyalah coretan dan sampah di jalanan, bahkan tembok-tembok pun dipenuhi coretan ‘SOTR’. Apalagi ada rombongan sepeda motor bodong yang kerap berteriak di jalanan.
Ada pula kemungkinan geng motor yang beraksi saat SOTR. Melihat hal tersebut, Djarot tegas melarang SOTR selama puasa.
“Anda tahu nggak dengan SOTR itu apa yang ditinggalin sama dia, coretan-coretan di tembok-tembok, sampah, coretan ‘SOTR’, di mana-mana. Tembok yang bagus-bagus dicoretin, belum lagi naik sepeda motor bodong,” bebernya.
“Saya kadang-kadang kan sering keluar, ini sahur apa sahur, sahur kok begini, sepeda motor bodong keliling-keliling teriak-teriak. Justru dengan SOTR mudah ditumpangi geng motor itu. Jadi saya bilang nggak boleh,” tambah Djarot.
Sepakat dengan Djarot, Wakapolda Metro Jaya Brigjen (Pol) Suntana juga menyebut banyak dampak yang terjadi saat SOTR, antara lain menyebabkan keributan antar kelompok. Dia mengimbau agar kegiatan SOTR tidak dilakulan lagi di bulan puasa kali ini.
“Sahur on the road saya sampaikan, harus kita kaji lagi, apakah bermanfaat atau tidak. Sahur on the road tiga tahun ini banyak kejadian antar kelompok ribut, bahkan yang kita menyedihkan adik-adik kita yang sahur on the road malah nggak puasa karena ribut dan lain-lain,” kata Suntana usai bertemu Djarot di Balai Kota.
“Jadi kita imbau tidak perlu melaksanakan sahur on the road,” kata Suntana.
Senada dengan Djarot pula, Suntana mengimbau agar kegiatan sahur diadakan di masjid. Warga sekitar kota Jakarta juga diimbau tidak datang ke Jakarta untuk sahur on the road.
“Kalu memang melaksanakan sahur on the road silahkan di masjid, untuk masyarakat wilayah Depok, Tangerang, Bekasi, dan sekitarnya, mau sahur on the road silahkan di wilayahnya masing-masing nggak perlu datang ke Jakarta,” tutup Suntana. [opinibangsa.id / dtk]
MUI Minta Djarot Jangan Seperti Ahok, “Kalau Benar Larang Sahur On The Road Berarti ...”
Tradisi Sahur On The Road (SOR) sudah berlangsung puluhan tahun di tiap bulan Ramadhan, seharusnya tidak dilarang.
“Jika benar Djarot (Plt Gubernur DKI) melarang SOR itu berarti tidak cerdas menyikapi tradisi keagamaan yang baik dan telah berjalan berpuluh tahun,” kritik Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, ustadz Anton Digdoyo kepada redaksi, Minggu (28/5).
S0R adalah tradisi di mana para artis ajak saur bareng kaum dhuafa jalanan di ibukota. Justru tradisi ini dinilainya baik, wujud kepedulian para artis mengajak saur bareng fakir miskin, pemulung, gelandangan, dan lain-lain.
Kebiasaan baik seperti SOR itu tidaklah mudah untuk diubah. Ketimbang dilarang-larang, hemat Anton, sebaiknya ada inovatif kreatif dan humanis dari Pemprov DKI Jakarta.
“Mungkin solusinya ubah nama bukan SOR kalau SOR kesannya kok ganggu jalan raya ya. Misal diganti saur bareng para dhuafa di tempat-tempat umum yang banyak kaum dhuafanya,” usulnya.
Anton pun mengingatkan Djarot sebagai muslim harus lebih hati-hati dan jangan grusa grusu atau gegabah seperti Ahok.
Ahok melarang takbir keliling, sembelih hewan kurban Idul Adha, atau siswi sekolah berjilbab dan lain-lain yang berkaitan dengan ritual ibadah.
“Itu sangat sensitif, rentan disharmoni, bahkan distrust,” tegas Anton [opinibangsa.id / psi]
Terima Kasih sudah membaca, Jika artikel ini bermanfaat, Yuk bagikan ke orang terdekatmu. Sekaligus LIKE fanspage kami juga untuk mengetahui informasi menarik lainnya @Tahukah.Anda.News