Terkait Aliran Dana, Amien Rais Bukan Pelaku Pidana - UMATUNA

[ INDRISANTIKA KURNIASARI ]
Berikut Ini Adalah Kontent Dari UMATUNA Yang Mana Memojokan Pemerintahan - Apa yang anda baca dibawah hanya artikel spinner dengan judul provokatif mirip kasus buniyani, artikel sama dengan judul yang berbeda bisa menimbulkan sebuah Prahara.. Simak Baik Baik - kelucuan dari artikel artikel bertema islami tapi tidak justru mencerminkan sikap teror dan sikap munafik yang menjelekan islam secara luas. - sungguh mereupakan situs radikal hoax, yang harus dibasmi, ini merupakan konten baru - untuk konten konten lama - portal-piyungan yang sudah berubah nama menjadi portal-islam dan posmetro yang diketuai oleh adbul hamdi mustafa dari kota tempat teroris ditangkap kapan lalu payakumbuh, serta , beritaislam24h yang berubah nama menjadi opini bangsa, kini situs ini ditemukan berkat INDRISANTIKA KURNIASARI yang menghilang karena ketakutan - yang mana biasanya menyebarkan konten dari UMATUNA dan GEMARAKYAT. dan sudah dipastikan adalah situs situs besutan untuk memecah belah - SELAMAT MEMBACA
Umatuna.com - SEJAUH ini, khlayak umum masih berpegang pada pemberitaan media terkait tuntutan jaksa terhadap terdakwa Siti Fadilah Supari. Disebut dalam tuntutan Amien Rais (AR) menerima aliran dana sebanyak 6 kali dengan total Rp 600 juta.

Jika dicermati dengan baik bahwa tuntutan jaksa tidak mengkualifikasikan AR sebagai bagian dari inti delik. Bahkan tak satupun ujaran dari penuntutan yang katakan AR melakukan perbuatan melawan hukum, atau menguntungkan diri sendiri bahkan orang lain.

Unsur kesengajaan pun tak melekat pada perbuatan AR sebagai predikat delik. Jaksa sebatas menguraikan perbuatan terdakwa Siti Fadilah Supari yang telah memenuhi unsur sebagai subjek penuntutan. Mantan menteri kesehatan tersebut bahkan mutlak tidak memiliki hubungan langsung baik dalam rangkaian terjadinya peristiwa pidana sampai bekerjanya perbuatan pelaku sebagaimana unsur pidana yang dikenakan.

Dengan begitu, tidak ada alasan untuk mengkualifikasikan peran AR sebagai aktor pelaku pidana. Apalagi dalam penuntutan sudah menjadi strategi yang sangat umum para jaksa menyebut nama siapapun tujuannya mengejar pengembangan fakta hukum di persidangan.

Problem mendasar strategi penuntutan yang demikian ada dua hal, pertama arena persidangan justru menjadi tempat pengembangan kasus yang berpotensi menihilkan asas praduga tak bersalah. Kira kira upaya ini, bisa disebut strategi mencari kebenaran dengan tidak menggembirakan hak nama baik seseorang.

Kedua, harapan dengan menyebut nama, jaksa dapat dengan mudah melakukan kroscek secara terbuka di  persidangan, biasanya mengkonfrontir keterangan satu dengan lainnya. Sejatinya, upaya ini lebih dilakukan pada level penyidikan, arena persidangan bukan pada tempat yang ideal menemukan delik.

Substansi tuntutan jaksa yang menyangkut nama AR hanya sebatas terdapat aliran dana dari yayasan sahabatnya Soetrisno Bachir (SB) yang karena alasan bantuan atau donasi untuk kepentingan agenda sosial keagamaan AR. Dana yang diberikan hanya berupa bantuan sukarela tanpa motif jahat. Apalagi terdakwa Siti Fadilah Supari menampik jika AR dikait kaitkan dengan kasusnya.

Kesimpulan dini yang dapat diambil bahwa AR bukan pihak yang dapat dikategorikan sebagai pelaku tindak pidana. Meskipun kami sangat mengerti upaya jaksa seperti ingin mencari delik dalam pengembangan fakta di persidangan, tetapi langkah itu dilakukan tanpa prinsip kehati-hatian. Sedikit ketidakcermatan dapat merusak nama baik seseorang.

Khalayak umum di luar sana mengerti. Jika AR sejauh ini dalam tuntutan jaksa Tidak Sama sekali dikonstruksikan sebagaimana kategori pelaku pidana sebagai yang turut melakukan (medepleger), membantu melakukan (medeplichtige), membujuk melakukan (uitlokking). Hak Jaksa untuk menyebut nama siapapun, tapi bukan dengan motif justru dapat merendahkan tuntutannya karena cenderung spekulatif bahkan beropini.

Akan menjadi keliru, apabila nama baik seseorang dipertaruhkan untuk mencari dan menemukan delik pada dirinya di arena persidangan. Bukankah level penuntutan sekurang kurangnya menunjukkan dan membuktikan terdakwa berbuat apa dan mesti bertanggungjawab atas perbuatannya.

Tidak pada tempatnya untuk membenarkan level penuntutan mencari dan menemukan delik pada seseorang di luar dari diri terdakwa dengan dalih pengembangan fakta.

Harus diakui, bahwa persidangan adalah tempat dimana melakukan pemeriksaan, membuktikan dan mengadili demi mencari kebenaran materiil. Bukan malah sebaliknya, dijadikan penuntut umum untuk mencari dan menemukan delik.

Maka, strategi penuntutan dengan menyebut nama AR tidak memiliki bangunan argumentasi fakta hukum yang falid. Cenderung tuntutan mengarah pada spekulasi untuk mencari delik. Tentu hal ini dapat dikatakan keliru dalam arti hendak melindungi asas praduga tak bersalah siapapun.

Apalagi sejauh ini terang AR bukan pelaku pidana sebagaimana dimaksud kategori Pasal 55 dan 56 KUHP. AR telah dirugikan nama baiknya atas tindakan penegakan hukum yang spekulatif.

Bagaimana bisa kita harus menghargai penegakan hukum jika itu dilakukan membelakangi hukum acara, bahkan disana kami melihat penuntutan yang beralih fungsi seperti mencari delik dipersidangan.

Begitu amat mengecewakan itu terjadi di Negara yang menjunjung hukum dan hak asasi manusia. Jangan tuduh berlebihan terkait aliran dana itu, karena sejatinya AR bukan pelaku delik. Bukan pula pihak yang sedang terjerat hukum ataupun sedang terlibat perkara.

Faisal
Ketua PP Pemuda Muhammadiyah Bidang Hukum

(rmol)

http://www.umatuna.com/ noreply@blogger.com (Admin Umatuna) June 05, 2017 at 08:28AM

Subscribe to receive free email updates: