Yes Muslim - Pertengahan bulan Maret 2017, warga Nahdliyin ditinggal salah satu tokoh pentingnya. Tokoh yang saya maksud adalah KH. A. Hasyim Muzadi, Mantan ketua PBNU dan pengasuh Ponpes al-Hikam kota Malang. Bukan hanya warga Nahdliyin yang merasa kehilangan dengan sosok almarhum, warga Muhammadiyah dan Baitul Muslimin Indonesia (Bamuis) turut merasakan hal yang sama.
Sebagai bentuk penghormatan dan respek terhadap almarhum, Pengurus di pimpinan Wilayah menyerukan supaya warga Muhammadiyah di mana pun berada untuk melakukan dua hal : Pertama, mengucapkan bela sungkawa. Kedua, menyempatkan sholat ghaib. Ucapan bela sungkawa saya lihat di akun facebook PWM Jawa tengah. Sementara, sholat ghaib saya saksikan sendiri di lingkungan Ponpes Muhammadiyah al-Munawwaroh. Ba’da sholat dhuhur berjamaah, Ustadz Hamzah utama yang juga alumni Pesantren modern Gontor menginstruksikan para santri untuk menggelar sholat ghaib.
Baru pertama kali ini saya ketahui ada tokoh NU yang dihormati warga Muhammadiyah. Saya berani menyatakan almarhum adalah Kyai NU pertama di Indonesia yang disholati warga Muhammadiyah. Apakah karena faktor beliau ini alumni Pesantren modern Gontor? Saya pikir bukan hanya karena itu. Penghormatan Muhammadiyah juga diwujudkan dalam bentuk buku berjudul “Takziah Muhammadiyah untuk KH. A. Hasyim Muzadi” (Penerbit Media baca, 2017). Sebuah buku yang secara garis besar berisi pengalaman dan pandangan beberapa tokoh dan aktivis Muhammadiyah kepada almarhum.
Dalam buku setebal 213 halaman ini dipaparkan kedekatan KH. Hasyim Muzadi dengan Muhammadiyah. Prof. Dr. Din Syamsuddin sebagai sesama alumni Gontor turut memberi kesan-kesan selama berinteraksi bersama almarhum. “Ceramah Kiai Hasyim selalu menarik, berisi dan diselingi humor-humor segar. Beliau sangat senang kalau diundang Muhammadiyah” (Takziah Muhammadiyah, Hal 8).
Dr. Abdul Mu’ti juga menyatakan dalam buku ini, “Sebagai tokoh dan pemimpin NU, Kiai Hasyim sangat dekat dengan Muhammadiyah. Semasa kepemimpinannya, hubungan NU-Muhammadiyah sangat dekat. Ibarat sepasang sandal” (Hal 20-21). Kedekatan KH. Hasyim juga dikarenakan jejak pendidikannya di Gontor dan IAIN, jejak pendidikan inilah yang amat mempengaruhi cara berfikir almarhum sehingga bersesuaian dengan Muhammadiyah.
Wakil Dekan Fisip Unmuh Jakarta, Ma’mun Murod al-Barbasy sempat diberitahu KH. Hasyim Muzadi kalau putrinya kuliah di UMM. Menguliahkan putrinya di UMM untuk tokoh NU sekelas KH. Hasyim muzadi tentu mempunyai makna dan perspektif tersendiri yang positif terhadap Muhammadiyah. (Hal 57)
Pandangan pribadi saya kepada KH. Hasyim Muzadi, almarhum bukanlah kyai dengan “lambe celometan” (mulut yang banyak bicara yang tidak perlu). Mulut yang melukai sesama umat, sehingga mencederai marwah NU. Semasa hidup, almarhum adalah seorang kutu buku seperti yang diceritakan Yuanda Kusuma Lc, M.Ag (mantan dosen STAI Al-Hikam). Kemudian yang patut dikenang darinya ketika berpidato tentang “Indonesia negeri muslim paling toleran se Dunia’’. Intisari Pidato ini dimuat di situs tribunnews 4 Juni 2012. Sayangnya secercah pemikiran almarhum dalam pidato ini belum ditampilkan di dalam buku Takziah Muhammadiyah.
Menurut almarhum, Indonesia lebih baik toleransinya ketimbang Swiss yang sampai sekarang tidak memperbolehkan pendirian menara masjid. Indonesia juga lebih baik dari Perancis yang masih mempersoalkan jilbab, dan lebih baik dari Denmark, Swedia dan Norwegia yang tak menghormati agama karena di sana ada UU perkawiman sejenis.
“Agama mana yang memperkenankan perkawinan sejenis? Akhirnya kembali kepada bangsa Indonesia dan kaum muslimin sendiri yang harus sadar dan tegas, membedakan mana HAM yang benar humanisme dan mana yang sekedar westernisme,” ujar almarhum.
Oleh: Fadh Ahmad Arifan (Penulis adalah alumni MAN 3 Malang dan Pascasarjana UIN Malang)
[opinibangsa.id / kn]
Terima Kasih sudah membaca, Jika artikel ini bermanfaat, Yuk bagikan ke orang terdekatmu. Sekaligus LIKE fanspage kami juga untuk mengetahui informasi menarik lainnya @Tahukah.Anda.News