Yes Muslim - DALAM situasi ekonomi yang terus memburuk, ditambah stabilitas politik yang sangat semu, semua pencitraan yang bersandar pada hukum persepsi semakin tidak mendapat tempat.
Pekerjaan tidak penting yang dilakukan demi pencitraan, dijawab cibiran masyarakat.
Saat ini bukan hanya level presiden, gubernur, bupati dan walikota yang berada dalam posisi serba salah untuk melakukan pencitraan karena akar masalah ekonomi dan politik belum mampu ditangani secara baik.
Ini berbeda dengan saat dimana ekonomi tumbuh dengan baik dan stabilitas politik tidak semu. Pada situasi seperti itu, pilkada menjadi rekruitmen yang mampu melahirkan pemimpin-pemimpin yang patut dijadikan harapan baru.
Di tengah pertumbuhan ekonomi yang stabil dan stabilitas politik yang otentik, pencitraan membuat sejumlah walikota, bupati dan gubernur menjadi figur yang diperhitungkan dan dianggp suskses.
Sangat makes sense, masuk akal, bila pencitraan pada situasi yang baik itu disukai masyarakat. Problem utama ekonomi dan politik terasa diurus oleh pemimpin daerah, walau dalam kenyataanya lebih sering karena kebijakan pemerintah pusat berhasil.
Kini pilkada langsung tidak melahirkan pemimpin yang menjanjikan dan bisa melahirkan harapan baru di tengah masyarakat.
Berbeda dengan sebelum tahun 2014 yang melahirkan banyak stock kepala daerah yang masuk kategori baik dan menjanjikan, di tengah tidak jelasnya pola rekruitmen pemimpin kita.
Kepala daerah yang mempu bekerja baik sambil melakukan pencitraan akibat pertumbuhan ekonomi saat itu sangat baik pula. Tanpa ekonomi tumbuh, tidak banyak yang bisa diharapkan dari gonjang ganjing politik pilkada dan pilpres, kemarin dan yang akan datang.
Tidak mungkin banyak lahir pemipin alternatif dari situasi ekonomi yang lesu.
Jokowi, Ridwan Kamil, Risma, dan sejumlah kepala daerah lain yang cukup menonjol adalah hasil rekruitmen politik pilkada yang ditopang pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang cukup baik dengan stabilitas politik yang baik pula.
Kini coba kita perhatikan. Situasinya sangat berbeda dari periode sebelumnya. Ekonomi tidak tumbuh dengan baik, stabilitas politik terganggu. Citra pemerintahan di semua level meredup. Tidak sedikit kepala daerah yang memilih malu melakukan pencitraan.
Bagi mereka yang tetap ngotot, pencitraan yang mereka lakukan kehilangan cita rasa. Di mata masyarakat, pencitraan yang tidak diikuti kemampuan membenahi sektor ekonomi dan politik adalah kebohongan yang terbuka dan aib yang diumbar kemana-mana.
Penulis adalah mantan Staf Khusus Presiden. [opinibangsa.id / rmol]
Terima Kasih sudah membaca, Jika artikel ini bermanfaat, Yuk bagikan ke orang terdekatmu. Sekaligus LIKE fanspage kami juga untuk mengetahui informasi menarik lainnya @Tahukah.Anda.News